Rama Tambak
Rama Tambak ya iku salah siji lakon wayang. Prabu Dasamuka merasa cemas dengan rencana Prabu Rama, yang akan menyeberang ke Astina, dengan membuat jalan di laut, dengan cara menambak laut. Sehingga jalan yang akan dibuat Prabu Rama akan terpisah dari laut.
Tetapi Prabu Dasamuka memperkirakan usaha itu tidak mungkin jadi, berapa batu yang akan dimasukkan dalam laut dan berapa tenaganya tidak akan cukup. Seratus taun lagi batu akan jadi. Namun ketika mendengar kesaksian mata-mata Kerajan Alengka, Detya Kala Marica mengaabarkan, bahwa dengan keberadaan Wibisana di Pancawati, akan mempercepat pembuatan jalan itu. Mendengar itu, Prabu Dasamuka memerintahkan Detya Kala Yuyu Rumpung, untuk membawa seluruh wadyabala raksasa kepiting yang ada di Samodera Hindia, untuk menghancurkan kreteg buatan kunyuk Wibisana. Detya Kala Yuyu Rumpung, siap melaksanakan perintah Prabu Dasamuka. Ia akan mengerahkan seliruh yuyu rumpung di Samodera Hindia, untuk menghancurkan kreteg Prabu Rama. Berangkatlah Detya Kala Yuyu Rumpung keSamodera Hindia. Tentu saja Detya Kala Marica ikut pergi ke Samodera Hindia, mengawasi jalannya eksekusi wadyabala Prabi Dasamuka padha kreteg Prabu Rama. Sementara itu di Pancawati, Prabu Rama sedang berembug dengan Narpati Sugriwa, Laksmana, Anoman, Anggada, Anila dan para punggawa yang lain. Prabu Rama merencanakan pembuatan tanggul di Samudera Hindia, dari Pancawati sampai tanah Alengka, untuk membawa wadyabala Pancawati sebanyak-banyaknya.
Mereka sudah membendung samudera Hindia hingga ke tanah Alengka. Namun belum sampai ke Alengka tanggul itu selalu jebol dan hancur. Pasukan Prabu Rama menjadi putus asa. Belum tahu langkah apa yang harus dilakukan, Tidak lama kemudian Prabu Rama kedatangan tamu dari Alengka, yaitu Wibisana. Prabu Rama merasa senang dengan kehadiran Wibisaba yang mau bergabung dengan Prabu Rama. Prabu Rama bersedia memberikan fasilitas Karajan Pancaawati. Wibisana sehari-hari diperbolehkan menggunakan apa yang ada di Pancawati. Wibisaana mendapatkan tenda tersendiri, yang letaknya bersebelahan dengan tenda Prabu Rama dan Laksmana.
Wibisana bersedia membantu pembuatan kreteg dari Pasisir Pancawati sampai ke nagari Alengka. Dalam waktu sekejab Wibisana menciptakan kreteg yang kokoh dan kuwat. Anoman mencoba kreteg yang baru diciptakan Wibisana.
Belum beberapa lama kreteg itu dicoba olèh Anoman, kreteg itu ambrol dan hancur. Kreteg ciptaan Wibisana menjadi runtuh. Di saat seperti ini Wibisana bagai teruji kesetiaannya pada Prabu Rama. Beberapa tokoh senapati meminta agar Wibisana diusir saja dari Pancawati, karena bisa saja niat Wibisana mau menghancurkan Pancawati dari dalam. Wibisana tak bisa berbuat apa apa. Pikirannya melayang kembali kekakaknya, Prabu Dasamuka. Wibisana berpikiran lebih baik tinggal di Alengka, daripada setelah meninggalkan tanah kelahirannya, ternyata sesampainya di tempat Prabu Rama yang asing baginya, dianggap mata mata musuh. Dalam hatinya menangis, teringat pula kakaknya, Kumbakarna yang sempat mau mengikuti kepergiannya. Wibisana terdesak pikiran yang mestinya tidak perlu, ketika Prabu Rama menyatakan bahwa Prabu Rama percaya pada Wibisana.
Prabu Rama percaya pada Wibisana, karena Wibisaba pasti mengetahui seluk beluk pertahanan Alengkadiraja.
Persoalan tersebut oleh Prabu Rama diserahkan pada Wibisana. Menurut perkiraan Wibisana, keruntuhan-keruntuhan yang terjadi pada kreteg tersebut, akibat ulah wadyabala Prabu Dasamuka. Wibisaana meminta Prabu Rama untuk mengerahkan seluruh kera-kera Yuyu Kingkin, yang berada di hutan Pancawati,ke Kreteg Situbanda yang telah diibuat Perajurit Pancawati. Kapi Yuyu Kingkin siyap akan mengerahkan ribuan kera yuyu kingkin di hutan Pancawati mengusir pengganggu dari Alengka. Kapi Yuyu Kingkin yaitu satu satunya jinis kera, yang mempunya capit yuyu yang kuat, sanggup menyelam berjam-jam di dalam Samodera.
Pasukan Pancawati pun bertindak. Anoman sebagai Komando Pasukan Pancawati, mengawal wadyabala Kapi Yuyu Kingkin. Dengan petunjuk Wibisana tersebut, wadyabala Kapi Yuyu Kingkin berhasil mengalahkan bala Alengka, Pasukan Yuyu Rumpung sapérangan tewas dan yang masih hidup menyelamatkan diri.
Sesudah tidak ada gangguan dari wadyabala Alengka, Pasukan Pancawati dan Wibisana, melanjutkan pembuatan kreteg Situbnda, dengan bahu membahu dalam membuat jembatan ke Alengka, maka jadilah tanggul itu dan akhirnya wadyabala kera yang jumlahnya ribuan itu bisa diberangkatkan ke Alengka Diraja. Mereka kalebu para kera ciptaan Dewa, seperti Cucak Rawun, Endrajanu, Bakliwinata, Baliwisata, Indrajanu, sarta lainnya berbaris rapi, bagaikan bala yang perkasa, siyap ke medan laga, menjemput maut, demi membela kebenaran. Kreteg ini dikenal dengan Kreteg Situbondo. Dan merupakan kreteg yang menghubungkan India dengan Srilangka, masih ada, yang menyerupai pulau pulau kecil di ujung Srilangka.