Naraguna:Danusiswoyo

Saka Wikipédia Jawa, bauwarna mardika basa Jawa

Pada tahun 1006 Raja Wurawari dari Lwaram (sekutu Sriwijaya) menyerang Watan, ibu kota Kerajaan Medang, yang tengah mengadakan pesta perkawinan. Dharmawangsa Teguh tewas, sedangkan keponakannya yang bernama Airlangga lolos dalam serangan itu. Airlangga adalah putera pasangan Mahendradatta (saudari Dharmawangsa Teguh) dan Udayana raja Bali. Ia lolos ditemani pembantunya yang bernama Narotama. Tatkala itu Beliau meloloskan diri dan masuk ke daerah Sambeng-ngimbang (LAMONGAN) yang dulunya di kenal dengan nama Gunung kendeng untuk mengamankan diri bersama narotama, Situs/tempat pengungsian itu kini di sebut Watu Dolog (tempat beristirahat/singgah, tidak jauh dari tempat tersebut juga terdapat situs Sendang Gantung sebuah sendang yang berbentuk kerucut dan airnya mengalir/sumbernya dari atas berpusar masuk ke lubang kerucut membentuk pusaran air. dan kemudian airlangga melanjutkan perjalanannya ke tempat yang lebih aman yaitu lereng penanggungan yang kini masuk wilayah mojokerto Ngoro, disana terdapat situs tempat pertapaan prabu airlangga yang di beri nama Jolotundo, Sejak saat itu Airlangga menjalani kehidupan sebagai pertapa. Pada tahun 1009, datang para utusan rakyat meminta agar Airlangga membangun kembali Kerajaan Medang. Karena kota Watan sudah hancur, maka, Airlangga membangun ibu kota baru bernama Watan Mas di dekat Gunung Penanggungan, pada saat itulah prabu airlangga turun dari pertapaannya hijrah ke daerah Japanan tepatnya di desa belahan yang kini terdapat situs candi tethe'. Candi belahan di sebut juga dengan candi tethe', itu semua di karenakan pada candi tersebut terdapat dua arca dalam bentuk tubuh wanita yang pada buah dadanya memancarkan air, air yang biasa disebut oleh penduduk setempat sebagai air kehidupan atau tirta maya bumi kahuripan.

Konon candi tersebut adalah tempat di semayamkannya Prabu airlangga (tempat perabuan), Hal tersebut saya kutip dari seorang saudara tua dari persaudaraan tunggak semi yang bernama pakde ikhan (pakde ujud)yang pada saat ini umurnya menginjak 105 tahun dan Alhamdulillah sampai saat postingan ini saya ketik beliau masih dalam keadaan sehat wal afiat, Beliau adalah anak didik dari Eyang Hadi Nusantara yang merupakan guru sepiritual sekaligus penasehat utama presiden soekarno, bisa di pastikan bahwa antara pakde ujud dan soekarno itu saudara 1 angkatan. Di kabarkan pula bahwa area perkampungan candi belahan itu dulunya adalah pusat kedaton Kahuripan bisa di katakan bahwa di sekitar candi tersebut masih banyak peninggalan-peninggalan bersejarah dari prabu airlangga seperti artifak, arca, lingga yoni, prasasti, dan pusaka serta peninggalan lainnya. bisa sedikit di buktikan jika anda menyusuri lereng penanggungan anda akan kerap bertemu dengan arca-arca dan lingga. konon di khabarkan pula bahwa Empu sindok sesepuh prabu airlangga dulunya juga melakukan tapa brata samadi di puncak gunung penanggungan. Pada tahun 1023 Kerajaan Sriwijaya yang merupakan musuh besar Wangsa Isyana dikalahkan Rajendra Coladewa raja Colamandala dari India. Hal ini membuat Airlangga lebih leluasa menaklukkan pulau Jawa. Yang pertama dikalahkan oleh Airlangga adalah Raja Hasin. Pada tahun 1030 Airlangga mengalahkan Wisnuprabhawa raja Wuratan, Wijayawarma raja Wengker, kemudian Panuda raja Lewa. Pusat kerajaan Airlangga kemudian dipindah lagi ke Daha, berdasarkan prasasti Pamwatan, 1042 dan Serat Calon Arang. Hasil karya/ pembangunan yang di lakunan prabu airlangga antara lain : Memperbaiki pelabuhan Hujung Galuh, yang letaknya di muara Kali Brantas, dekat Surabaya sekarang. Membangun jalan-jalan yang menghubungkan daerah pesisir ke pusat kerajaan. Meresmikan pertapaan Gunung Pucangan tahun 1041 yang merupakan tempat pertapaan Sanggramawijaya tunggadewi / dewi kilisuci putra mahkota pewaris prabu airlangga. nb, untuk menuju lokasi gunung pucangan dari watu dolog sambeng-LAMONGAN kita bisa menyusuri hutan sambeng melalui desa pamotan ke menuju arah jombang. Memindahkan ibu kota dari Kahuripan ke Daha, berdasarkan prasasti Pamwatan, 1042 dan Serat Calon Arang. Membangun Sri Wijaya Asrama tahun 1036. Membangun bendungan Waringin Sapta tahun 1037 untuk mencegah banjir musiman.

Pada akhir pemerintahannya, Airlangga berhadapan dengan masalah persaingan perebutan takhta antara kedua putranya. Calon raja yang sebenarnya, anak pertamanya yaitu Sanggramawijaya Tunggadewi (Dewi Kilisuci), memilih menjadi pertapa dari pada naik takhta. Berhubung Airlangga juga putra sulung raja Bali, maka ia pun berniat menempatkan salah satu putrnya di pulau itu.Mpu Bharada dikirim ke Bali menyampaikan maksud tersebut. Dalam perjalanan menyeberang laut, Mpu Bharada cukup dengan menumpang sehelai daun. Sesampainya di Bali permintaan Airlangga yang disampaikan Mpu Bharada ditolak oleh Mpu Kuturan, yang berniat mengangkat cucunya sebagai raja Bali. Raja Bali saat itu adalah Anak Wungsu, adik ketiga Airlangga sendiri. Pada akhir November 1042, Airlangga terpaksa membagi kerajaannya menjadi dua, yaitu bagian barat bernama Kadiri beribu kota di Daha, diserahkan kepada Sri Samarawijaya, serta bagian timur bernama Janggala beribu kota di Kahuripan, diserahkan kepada Mapanji Garasakan. Dalam Negarakertagama, pembagian wilayah ini dilakukan oleh Mpu Bharadah, tokoh sakti yang juga menjadi guru Airlangga. Empu Bharada menyanggupinya dan melaksanakan titah tersebut dengan cara menuangkan air kendi dari ketinggian. Air tersebut konon berubah menjadi sungai yang memisahkan Kerajaan Panjalu (Kediri) dan Kerajaan Jenggala. Letak dan nama sungai ini belum diketahui dengan pasti sampai sekarang, tetapi beberapa ahli sejarah berpendapat bahwa sungai tersebut adalah Sungai Lekso (masyarakat sekitar menyebutnya Kali Lekso). Pendapat tersebut didasarkan atas dasar etimologis mengenai nama sungai yang disebutkan dalam Kitab Pararaton. Tidak diketahui dengan pasti kapan Airlangga meninggal. Prasasti Sumengka (1059) peninggalan Kerajaan Janggala hanya menyebutkan, Resi Aji Paduka Mpungku dimakamkan di tirtha atau pemandian. Kolam pemandian yang paling sesuai dengan berita prasasti Sumengka adalah Candi Belahan di lereng Gunung Penanggungan. Pada kolam tersebut ditemukan arca Wisnu disertai dua dewi. Berdasarkan prasasti Pucangan (1041) diketahui Airlangga adalah penganut Hindu Wisnu yang taat. Maka, ketiga patung tersebut dapat diperkirakan sebagai lambang Airlangga dengan dua istrinya, yaitu ibu Sri Samarawijaya dan ibu Mapanji Garasakan. بســـــم الله الرحمن الرحـــــيم Posting By djenardjenar@yahoo.com 13 january 2010